Aprilia Yunita 1EA26

MANUSIA DAN HARAPAN

• Berbagai contoh dalam kehidupan
Mengenai harapan-harapan yang ada pada manusia, dapat diperhatikan informasi tentang sejarah tokoh-tokoh masyarakat, diantaranya adalah seorang Pahlawan Nasional “Muhammad Husni Thamrin”. Menurut Anhar Ganggang dalam bukunya yang berjudul “Muhammad Husni Thamrin”, tokoh tersebut ketika masih kanak-kanak diharapkan agar oleh ibunya agar kelak diperoleh nya kepandaian, dengan kepandaiannya itu diharapkan agar Muhammad Husni Thamrin dapat memikirkan kehidupan bersama disekelilingnya. Bahkan dukun bayi yang membidani kelahiran tokoh itu menyebutnya dengan harapan agar kelak dicapainya pangkat yang lebih tinggi.
Beberapa ilustrasi mengenai penderitaan yang sekaligus disertai dengan harapan untuk bebas dari penderitaan adalah sebagai berikut: Penderitaan para pejuang kemerdekaan. Dengan menerjunkan diri ke kancah pejuang untuk merebut kemerdekaan, sebenarnya pejuang itu “menjerumuskan diri” ke dalam penderitaan. Gerakan bumi hangus dan tindakan tindakan yang lain adalah perbuatan yang menimbulkan penderitaan. Tetapi para pejuang itu dengan ikhlas bersemboyan “Merdeka atau Mati!” disamping menderita juga berharap agar kemerdekaan yang diperjuangkan dapat terwujud.

• Nilai-nilai budaya sebagai Tolok Ukur Harapan
Didalam hasil budaya yang berupa hasil sastra dapat dihayati adanya kandungan nilai budaya. Jika nilai budaya tersebut diangkat oleh penggubah/penulisnya, sebagai temuan sebagai gagasan utama, maka hasil sastra itu pada hakekatnya memantapkan harapan masyarakat yang ide-idenya “terwakili” dalam hasil sastra tersebut. Dalam hasil sastra jawa, misalnya, antara lain terdapat nilai budaya yang meliputi (1) nilai kejuangan dan semangat pengorbanan (2) nilai-niali kerumahtanggaan dan  (3) nilai-nilai kemandirian kaum wanita.
Nilai-nilai kejuangan, kerumahtanggaan dan kemandirian kaum wanita yang diharapkan dalam kebudayaan tersebut didalam hasil sastra jawa diberi istilah sebagai berikut:
1. Mantep, tenan, taberi (mantap, serius, dan tekun)
2. Patitis (teliti, cermat)
3. Satuhu (setia)
4. Nasiti, ngati-ati, merak ati (berencana, berhati-hati, menarik)
5. Mawa dengan lawan watara (penuh perhitungan)
6. Mantep suci ing kalbu (mantap dan berhati suci)
7. Den watak amba, den gedhe pengapurane (sabar dan pemaaf)
8. Basanira den manis arum (berbahasa dengan baik)
9. Wajib anggulang semedi lang enget kang sampun dadi tuladha (wajib menunaikan ibadah dan senantiasa mengacu kepada tokoh teladan)
10. Pratikele wong akrami amung ati pawitane (pranata keluarga yang dibangun dengan perkawinan hanya bermodal niat iktikad, cipta, rasa dna karsa)

• Makna Harapan
Harapan berasal dari kata harap, artinya keinginan supaya sesuatu terjadi. Yang mempunyai harapan atau keinginan itu hati. Putus harapan berati putus asa.
Contoh: Budi seorang mahasiswa Universitas Terbuka, ia belajar rajin dengan harapan didalam Ujian Semester memperoleh nilai A.
Harapan artinya keinginan yang belum terwujud. Setiap orang mempunyai harapan. Tanpa harapan manusia tidak ada artinya sebagai manusia. Manusia yang tak mempunyai harapan berarti tak dapat diharapkan lagi.
Kebutuhan hidup ialah kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani ialah pangan, sandang, dan papan sedangkan kebutuhan rohani meliputi kebahagiaan, kesejahteraan, kepuasan, hiburan dan sebagainya. Lima macam kebutuhan manusia ialah
1. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival)
2. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)
3. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai (belonging and love)
4. Harapan memperoleh status atau untuk diterima atau diakui lingkungan
5. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self aactualization

• Makna Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Ada ucapan yang sering kita dengar
a. Ia tidak percaya pada diri sendiri
b. Saya tidak percaya ia berbuat seperti itu atau berita itu kurang dapat dipercaya akan kebenarannya
c. Kita harus percaya akan nasihat-nasihat. Kiai itu, karena nasihat-nasihat itu diambil dari ajaran Al-Qur'an dan sebagainya.
Dengan contoh berbagai kalimat yang sering kita dengar dalam ucapan sehari-hari itu, maka jelaskan kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran.
Apakah kebenaran itu
Kebenaran, menurut Poedjawiyatna dalam bukunya Etika Filsafat Tingkah Laku, merupakan cita-cita orang yang tahu. Sudah tentu dalam hal ini kebenaran tersebut adalah kebenaran logis. Bagaimana sulitnya mencapai kebenaran logis itu, tetapi benar benar diusahakan orang. Tidak ada seorang pun yang suka akan kekeliruan. Ini ternyata pula dalam usaha ilmu dalam mencapai kebenaran orang tidak memperhitungkan susah payah dan biaya, tujuannya ialah kebenaran.
Penyesuaian antara keyakinan yang mengatakan disebut orang kebenaran etis. Dalam logika kebenaran ialah penyesuaian antara tahu dan obyek yang diketahui. (Cita-cita manusia adalah kebenaran yang logis yang benar, sehingga sekaligus ada kebenaran yang logis). Kebenaran logis disebut juga kebenaran etis disebut juga kebenaran subjektif.
Jika tidak ada persesuaian antara putusan dan objeknya yang diketahui, maka ada dua kemungkinan:
a. Orang yang mengutarakan putusan (mengatakan) itu keliru.
b. Orang yang mengutarakan itu sengaja mengatakan yang tidak sesuai dengan realitas yang diketahuinya dan karenanya juga tidak sesuai dengan keyakinannya. Adapun tindakan itu disebut bohong atau dusta.
Kekeliruan adalah bukan obyek etika dan karena kekeliruan orang tidak dianggap buruk, lain halnya berdusta atau bohong adalah tindakan etis yang buruk.
Berbagai kepercayaan dan usaha meningkatkannya.
Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan dapat dibedakan atas:

1. Kepercayaan pada diri sendiri
Kepercayaan pada diri sendiri pada hakikatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Percaya pada diri sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya. Contohnya: Tigor, dalam drama TVRI yang berjudul “TIGOR”, tidak takut kepada Jaya Kepruk, karena ia yakin, bahwa ia dia tidak merasa salah. Ia percaya pada dirinya sendiri. Ia hanya takut kepada Tuhan.
2. Kepercayaan kepada orang lain
Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya kepada kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya. Misalnya orang yang berjanji sesuatu itu dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain.
3. Kepercayaan kepada pemerintah
Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah negara. Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara totaliter. Satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara, manusia perorangan tidak mempunyai hak, ia hanya mempunyai kewajiban.
4. Kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan hanya dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan tuhannya. Manusia harus berusaha agar dapat pertolongan darinya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhan lah yang selalu menyertai manusia.
Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya kepada Tuhannya. Usaha itu tergantung kepada pribadi, kondisi, situasi dan lingkungan. Usaha itu antara lain:
a. Meningkatkan ketakwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah kita.
b. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat (ambek para martha).
c. Meningkatkan kecintaan kita kepada sesama manusia dengan jalan suka menolong, dermawan dna sebagainya.
d. Mengurangi nafsu pengumpulan harta yang berlebihan.
e. Menekan perasaan negatif seperti iri, dengki, fitnah dan sebagainya.

Daftar Pustaka
1. Suyadi, Drs., dkk., Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar, Universitas Terbuka, Jakarta,Jakarta.
2. Soenardji, Dr., Manusia dan Harapan-Harapannya, IKIP Semarang Press, 1990.
3. Hartono, Drs., dkk., Ilmu Budaya Dasar, CV. Pelangi, Surabaya 1986.
4. Habib Mustopo M., Ilmu Budaya Dasar, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Iklan : Torabika Cappuccino Choco Granule

Analisis Studi Kasus Berdasarkan SAP

Tata Cara Pendirian Koperasi dan Flowchart